Kamis, 29 Mei 2014

Tinjauan umum hukum anak di sekolah sejak kelas kelompok bermain hingga SMU dari kejahatan asusila

Nama: Aulia Kurniasari
NPM: 51213499
Kelas: 1DF02


Tindak kejahatan dan kekerasan asusila yang saat ini banyak terjadi dikalangan masyarakat terutama pada anak di bawah umur biasanya terjadi di beberapa arena di mana anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya, seperti di rumah, sekolah, tempat kerja, dan tempat umum. Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak di bawah umur merupakan sebuah fenomena sosial yang tidak terwujud atau berdiri sendiri dalam masyarakat. Fenomena sosial ini merupakan bentuk kekerasan  terhadap anak di bawah umur yang terjadi pada suatu masyarakat yang memiliki unsur-unsur pendukung bagi keberadaan kekerasan tersebut. Dari hasil penelitian oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di kota Makassar menemukan bahwa jenis-jenis kekerasan yang dialami oleh anak-anak dibedakan menjadi tiga, yakni kekerasan mental (mental abuse), kekerasan fisik (physical abuse), dan kekerasan seksual (sexual abuse). Dalam hal ini yang ingin dibahas mengenai kekerasan seksual (sexual abuse).

Setiap jenis kekerasan yang sering dialami oleh anak-anak di bawah umur terdiri dari berbagai macam bentuk kekerasan dan kejahatan, dan bentuk kekerasan yang pernah dialami oleh para korban berbeda-beda seperti perlakuan tidak senonoh, perayuan, pencolekan, pemaksaan onani, oral seks, anal seks dan pemerkosaan. Kejahatan dan kekerasan asusila seperti ini dapat menyebabkan keadaan perasaan dan fisik  merasa tidak nyaman. Keadaan perasaan tidak nyaman biasanya seperti mengalami kekhawatiran, ketakutan, kesedihan, ketersinggungan, kejengkelan, dan kemarahan. Kemudian keadaan fisik yang tidak nyaman seperti berupa lecet, luka, memar, patah tulang, dan sebagainya.
 
Sekolah dan rumah merupakan salah satu tempat dimana dijadikan tempat kejahatan terjadi karena anak-anak sering melewati waktunya sehari-hari. Seharusnya di tempat seperti ini anak-anak tidak mendapatkan tindak kekerasan, namun kenyataannya tidaklah demikian. Hal seperti ini tampaknya tidak terlepas dari proses anak di sekolah untuk memperoleh pendidikan serta di latih kedisiplinan supaya dapat di terima baik oleh masyarakat sekitar. Tetapi di situlah pula mereka mengalami proses pendisiplinan yang kadang-kadang berubah menjadi tindak kekerasan yang tidak pada tempatnya.

Kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang seringkali terjadi di dalam lingkungan keluarga atau di rumah karena dapat memungkinkan para pelaku tindak kekerasan lebih leluasa melampiaskan hawa nafsunya seperti melakukan  pemerkosaan, pencabulan, dan mencolekan serta pemelukan secara paksa seperti yang banyak diberitakan lewat siaran-siaran TV di Indonesia, contohnya seorang ayah melakukan pemerkosaan terhadap anak kandungnya sendiri, seorang kakek memperkosa cucunya, dan bahkan seorang paman tega melakukan pemerkosaan terhadap keponakannya.

Sedangkan dalam lingkungan sekolah bentuk kekerasan yang dialami oleh anak di bawah umur adalah berupa kekerasan mental, kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Kekerasan mental yang dialami oleh seorang anak kebanyakan adalah pemberian hukuman oleh guru akibat melanggar aturan di sekolah. Sedangkan kekerasan fisik sering terjadi akibat dianggap telah melanggar aturan dan tidak bersedia memenuhi perintah. Ada juga kekerasan fisik yang disebabkan oleh tindakan iseng dan juga akibat tindakan kriminalitas.

Berkenaan dengan tinjauan kejahatan dan kekerasan asusila yang telah dijelaskan tersebut kini dapat dilakukan langkah untuk tindakan pencegahan agar peristiwa yang sama tidak terulang lagi pada anak yang lain.

Hukum Tindakan Asusila
Menurut hukum Agama sesungguhnya perbuatan asusila adalah hukumnya haram. Sebab segala perbuatan asusila yang dilakukan diluar pernikahan adalah perbuatan zina, misalnya berkategori cabul, pelecehan seksual, perkosaan, dsb.
Adapun tindak pidana yang terkait dengan tindakan asusila, seperti pelaku lesbian dan homoseks, kebanyakan ahli hukum menyatakan bahwa si pelaku tidak dihukum hadd melainkan dengan ta’zir. Dalam hal kejahatan perkosaan, hanya orang yang melakukan pemaksaan saja (si pemerkosa) yang dijatuhi hukuman hadd. Namun ada sebagian pendapat yang menyatakan, bahwa hukuman si pemaksa dikategorikan sebagai tindakan yang sadis dan masuk dalam delik hirabah. Hal ini didasarkan pada lafadz wayas’auna fi al-ard fasadan (orang yang membuat kerusakan di muka bumi). Kejahatan pemerkosaan, sabotase, bahkan teroriseme termasuk dalam kategori jarimah perampokan (perampasan) yang pelakunya harus dikenakan hukuman berat.

Menurut pemahaman saya maksud kata-kata di atas ‘tidak di hukum hadd’ yaitu tidak di hukum di dunia tetapi di laknat Allah, dan mendapat hukuman yang lebih pedih di akhirat.

UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Ketentuan umum
Pasal 1-(2) perlindungan anak adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi - haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang. dan berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
(15) Perlindungan khusus adalah perlindungan diberikan kepada anak dalam situasi darurat anak yang berhadapan dengan kelompok minoritas dan terisotasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi koban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan kekerasan baik fisik dan/atau anak yang menyandang cacat, dan anak korban salah perlakuan dan penerlantaran
Hak dan Kewajiban Anak
Pasal 4 - Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secar wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 8 - Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
Pasal 9 - (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga herhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10 - Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengernbangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. [2]
Pasal 10 – setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain berkreasi sesuai dengan minat, bakat., dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12 – Setiap anak yang rnenyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasix bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Pasal 13 – (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakukan
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hak orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman
Pasal 14 – Setiap anak berhak untuk diasu o1eh orang tuanya sendiri,
Pasal 15 – Setiap anak berhak untu memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik
b. perlibatan dalam sengketa bersenjata
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.[3]

Kewajiban dan Tanggung Jawab
Pasal 54 - Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang ditakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.

Sumber: