NPM: 51213499
Kelas: 1DF02
Tindak kejahatan
dan kekerasan asusila yang saat ini banyak terjadi dikalangan masyarakat
terutama pada anak di bawah umur biasanya terjadi di beberapa arena di mana
anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya, seperti di rumah, sekolah, tempat
kerja, dan tempat umum. Bentuk kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa
terhadap anak di bawah umur merupakan sebuah fenomena sosial yang tidak
terwujud atau berdiri sendiri dalam masyarakat. Fenomena sosial ini merupakan
bentuk kekerasan terhadap anak di bawah
umur yang terjadi pada suatu masyarakat yang memiliki unsur-unsur pendukung
bagi keberadaan kekerasan tersebut. Dari hasil penelitian oleh Lembaga
Perlindungan Anak (LPA) di kota Makassar menemukan bahwa jenis-jenis kekerasan
yang dialami oleh anak-anak dibedakan menjadi tiga, yakni kekerasan mental (mental
abuse), kekerasan fisik (physical abuse), dan kekerasan seksual (sexual
abuse). Dalam hal ini yang ingin dibahas mengenai kekerasan seksual (sexual abuse).
Setiap jenis
kekerasan yang sering dialami oleh anak-anak di bawah umur terdiri dari
berbagai macam bentuk kekerasan dan kejahatan, dan bentuk kekerasan yang pernah
dialami oleh para korban berbeda-beda seperti perlakuan tidak senonoh,
perayuan, pencolekan, pemaksaan onani, oral seks, anal seks dan pemerkosaan. Kejahatan
dan kekerasan asusila seperti ini dapat menyebabkan keadaan perasaan dan
fisik merasa tidak nyaman. Keadaan perasaan tidak nyaman biasanya
seperti mengalami kekhawatiran,
ketakutan, kesedihan, ketersinggungan, kejengkelan, dan kemarahan. Kemudian
keadaan fisik yang tidak nyaman seperti berupa lecet, luka, memar, patah
tulang, dan sebagainya.
Sekolah dan
rumah merupakan salah satu tempat dimana dijadikan tempat kejahatan terjadi
karena anak-anak sering melewati waktunya sehari-hari. Seharusnya di tempat
seperti ini anak-anak tidak mendapatkan tindak kekerasan, namun kenyataannya
tidaklah demikian. Hal seperti ini tampaknya tidak terlepas dari proses anak di
sekolah untuk memperoleh pendidikan serta di latih kedisiplinan supaya dapat di
terima baik oleh masyarakat sekitar. Tetapi di situlah pula mereka mengalami
proses pendisiplinan yang kadang-kadang berubah menjadi tindak kekerasan yang
tidak pada tempatnya.
Kekerasan
seksual terhadap anak di bawah umur yang seringkali terjadi di dalam lingkungan
keluarga atau di rumah karena dapat memungkinkan para pelaku tindak kekerasan
lebih leluasa melampiaskan hawa nafsunya seperti melakukan pemerkosaan,
pencabulan, dan mencolekan serta pemelukan secara paksa seperti yang banyak
diberitakan lewat siaran-siaran TV di Indonesia, contohnya seorang ayah
melakukan pemerkosaan terhadap anak kandungnya sendiri, seorang kakek
memperkosa cucunya, dan bahkan seorang paman tega melakukan pemerkosaan
terhadap keponakannya.
Sedangkan
dalam lingkungan sekolah bentuk kekerasan yang dialami oleh anak di bawah umur
adalah berupa kekerasan mental, kekerasan fisik dan kekerasan seksual.
Kekerasan mental yang dialami oleh seorang anak kebanyakan adalah pemberian
hukuman oleh guru akibat melanggar aturan di sekolah. Sedangkan kekerasan fisik
sering terjadi akibat dianggap telah melanggar aturan dan tidak bersedia memenuhi
perintah. Ada juga kekerasan fisik yang disebabkan oleh tindakan iseng dan juga
akibat tindakan kriminalitas.
Berkenaan
dengan tinjauan kejahatan dan kekerasan asusila yang telah dijelaskan tersebut
kini dapat dilakukan langkah untuk tindakan pencegahan agar peristiwa yang sama
tidak terulang lagi pada anak yang lain.
Hukum
Tindakan Asusila
Menurut hukum Agama sesungguhnya perbuatan asusila adalah hukumnya haram.
Sebab segala perbuatan asusila yang dilakukan diluar pernikahan adalah
perbuatan zina, misalnya berkategori cabul, pelecehan seksual, perkosaan, dsb.
Adapun tindak pidana yang terkait dengan tindakan asusila, seperti pelaku
lesbian dan homoseks, kebanyakan ahli hukum menyatakan bahwa si pelaku tidak
dihukum hadd melainkan dengan ta’zir.
Dalam hal kejahatan perkosaan, hanya orang yang melakukan pemaksaan saja (si
pemerkosa) yang dijatuhi hukuman hadd. Namun ada sebagian pendapat yang
menyatakan, bahwa hukuman si pemaksa dikategorikan sebagai tindakan yang sadis
dan masuk dalam delik hirabah. Hal ini didasarkan pada lafadz wayas’auna fi
al-ard fasadan (orang yang membuat kerusakan di muka bumi). Kejahatan
pemerkosaan, sabotase, bahkan teroriseme termasuk dalam kategori jarimah
perampokan (perampasan) yang pelakunya harus dikenakan hukuman berat.
Menurut pemahaman saya maksud kata-kata di atas ‘tidak di hukum hadd’
yaitu tidak di hukum di dunia tetapi di laknat Allah, dan mendapat hukuman yang
lebih pedih di akhirat.
UU NO 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK
Ketentuan umum
Pasal 1-(2) perlindungan anak adalah kegiatan untuk
menjamin dan melindungi - haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang. dan
berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
(15) Perlindungan khusus adalah perlindungan diberikan
kepada anak dalam situasi darurat anak yang berhadapan dengan kelompok
minoritas dan terisotasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi koban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan kekerasan baik fisik dan/atau anak yang menyandang
cacat, dan anak korban salah perlakuan dan penerlantaran
Hak dan Kewajiban Anak
Pasal 4 - Setiap anak berhak untuk
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secar wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pasal 8 - Setiap anak berhak memperoleh pelayanan
kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual,
dan sosial.
Pasal 9 - (1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan
dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya. (2) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga herhak memperoleh
pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak
mendapatkan pendidikan khusus.
Pasal 10 - Setiap anak berhak menyatakan dan didengar
pendapatnya menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya demi pengernbangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan. [2]
Pasal 10 – setiap anak berhak untuk beristirahat dan
memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain berkreasi
sesuai dengan minat, bakat., dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
Pasal 12 – Setiap anak yang rnenyandang cacat berhak
memperoleh rehabilitasix bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan
sosial.
Pasal 13 – (1) Setiap anak selama dalam pengasuhan
orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakukan
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hak orang tua, wali atau pengasuh anak
melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka
pelaku dikenakan pemberatan hukuman
Pasal 14 – Setiap anak berhak untuk diasu o1eh orang
tuanya sendiri,
Pasal 15 – Setiap anak berhak untu memperoleh
perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik
b. perlibatan dalam sengketa bersenjata
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan; dan
e. pelibatan dalam peperangan.[3]
Kewajiban dan Tanggung Jawab
Pasal 54 - Anak di dalam dan di lingkungan sekolah
wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang ditakukan oleh guru, pengelola
sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga
pendidikan lainnya.
Sumber: